Kamis, 01 Maret 2012


dan bagi orang beriman "rumah" adalah tempat bertumbuh dan berkembangnya sikap cinta dan kesetiaan kepada Allah dan kepada sesama, juga antar sesama penghuni rumah.
Ke mana pun kita pergi, akan pulang ke rumah juga. Hati selalu ingat akan rumah, akan keluarga, dan lama-kelamaan ingatan itu semakin membentuk perasaan rindu, sehingga setelah selesai tugas seseorang dengan gembira kembali pulang ke rumah, berkumpul dengan keluarga. Di rumah kita menimba kekuatan baru, mendapat inspirasi untuk mengatasi berbagai problem dan tantangan hidup, bahkan bila seseorang dilanda kesedihan, kesusahan, kemalangan atau sesuatu yang membuat cemas maka di rumah perasaan itu seperti terobati. Ya, di rumah kita merasa aman dan tidak terancam.
Kebahagiaan keluarga bukanlah diukur dengan harta, kemegahan bangunan, komplitnya perabotan, tetapi keakraban dan kerukunan antar keluarga yang mencerminkan cinta kasih, suasana rumah yang nyaman, bersih, rapih. Tidak lupa pula bakti yang diberikan kepada orangtua, atau pengayoman yang lembut dari orangtua kepada anak-anak, atau pun perhatian kepada sanak keluarga lainnya yang tinggal bersama menjadi penghuni rumah.
Semua yang dikatakan di atas akan menjadi nyata,  menopang bangunan rumah menjadi lebih indah dan asri, menjadi dasar yang kokoh, sehingga bila ada angin topan (issu, provokasi) dan badai derita atau badai tantangan, bangunan keluarga tetap teguh tidak tergoyahkan.
Ringkasnya : Di   rumah tangga, rumah adalah tempat usaha, tempat ibadah, Bait Allah.




MEMASUKI RUMAH BARU
INKULTURASI DENGAN ADAT BATAK
(Bagian-bagian tertentu telah biasa dilakukan oleh Umat Gereja Roma Katolik)
Yang perlu dipersiapkan :
1.Benda-benda Rohani
      Salib (pakai corpus), untuk digantungkan di tempat yang strategis setelah diberkati,  misalnya di atas jenang pintu kamar tidur utama.
      Patung Hati Kudus Yesus, untuk intronisasi, maksudnya mempersilahkan Tuhanlah yang menjadi Raja di rumah itu (menyerahkan keluarga sepenuhnya dalam perlindungan Tuhan).
      Lilin (lambang terang yang mencerahkan pikiran untuk menjadi pelayan Tuhan memancarkan kasih Tuhan kepada sesama masyarakat di lingkungan kita).
      Air Suci (diberkati langsung di tempat, dan sisanya tinggal di rumah tersebut).
2.Benda-benda Jasmani (untuk ilkulturasi dengan adat)
      Boras si pir ni tondi (untuk diberkati imam, sebahagian untuk sarana adat dan sebahagian dicampurkan dengan beras yang akan dimasak keluraga itu untuk pertama kali pada besok paginya).
Umpasana :           Pir ma pongki, bahul-bahul pansalongan.
                  Pir ma tondi, tambaan ni Debata angka pangomoan.
      Nitak (tepung beras yang dijadikan adonan). Ajaran mengerjakan sesuatu dengan kehati-hatian dan ketelitian.
Umpasana:     Ndang na ingkat tu jolo umbahen gabe itak
                      Ndang na nanget di pudi umbahen na gabe nitak.
artinya : bukan karena terlalu cepat atau lambat sebuah pekerjaan berhasil (bukan faktor waktu saja tetapi lebih pada ketelitian dan ketekunan).
      Ansimun (timun)
Umpasana  : Ansimun sada holbung, pege sangkarimpang
                    Manimbung rap tu toru, mangangkat rap tu ginjang
(artinya : ajakan supaya keluarga sejalan, sependapat, sependeritaan, dan sejenisnya)
      Pisang (gaol) pangalamboki : Mengharapkan kiranya penghuni rumah berhati lembut, menyejukkan dan menyenangkan perasaan.
      Unte Pangir (Jeruk Purut), yang disayat keliling tujuh irisan,  melambangkan :
X  Tujuh Karunia Roh Kudus : (1) Kebijaksanaan (2) Pengertian (3) Pengetahuan (4) Nasehat (5) Kesalehan (6) Kekuatan, dan (7) Kepatuhan.
X Tujuh Sakramen (1) Permandian (2) Penguatan (3) Ekaristi (4) Pengakuan Dosa (5) Minyak Suci (6) Imamat, dan (7) Perkawinan.
X Tujuh Perbuatan Cinta Kasih Rohani (1) Menasehati yang ragu-ragu (2) mengajar yang kurang tahu (3) Menegur yang berdosa (4) Menghibur yang menderita (5) Bersabar, dan (6) Menghibur yang kemalangan (7) Berdoa untuk yang hidup maupun untuk yang telah meninggal.
X Tujuh Perbuatan Cinta Kasih Jasmani (1) Beri makan yang lapar (2) Beri minum yang haus (3) Beri pakaian kepada yang berkekurangan (4) Beri penginapan kepada pejalan (5) Mengunjungi yang sakit (6) Mengunjungi yang terpenjara, dan (7) dan mendoakan yang mati.
X Tujuh Hari, semua hari mulai dari Senin s/d Minggu adalah hari Tuhan, yang harus kita hargai dan pakai untuk memuji dan memuliakan namaNya, dan menggembirakan sesama.
Umpasana : -  Marsimu songon unte, martangga songon balatuk (artinya supaya hidup teratur, mengacu pada tatanan/aturan yang lazim, setelah Senin, Selasa, jangan terus langsung Kamis, harus Rabu dulu).
-    Unte pangir nihait tu jabu, unte godang nihutur di alaman
-    Halak na girgir dapot pasu-pasu, roha pe sonang, diramoti Tuhan  bdk : "Allah memberikan hidup sejati dan kekal kepada mereka yang tekun (girgir) berbuat baik untuk mendapatkan yang mulia, yang terhormat dan yang abadi. (Rom 2:7), dan ketekunan akan membuat orang tahan uji; inilah yang menimbulkan pengharapan  (Rom 5:4)
      Tentu juga harus dipersiapkan sarana adat untuk makan bersama, a.l. Pagori ni Sipanganon, itak gurgur, mual tio, dsb. (dengke dari hula-hula dan atau juga dari tulang).
Jalannya Upacara :
1.Di luar sebelum pintu dibuka (Pemilik rumah dan keluarga yang berkompoten berdiri berjajar meng"kanan'kan pintu).
1.1. Nyanyian Bersama, Tanda Salib, Tobat (supaya dengan hati yang bersih melaksanakan upacara ini), Doa Pembukaan.
1.2. Pemberkatan air yang akan dipakai untuk mereciki (manguras) rumah. Di dalam pasu sudah ada unte pangir (jeruk purut) disayat keliling tujuh irisan.
1.3. Pemberkatan boras si pir ni tondi dan kunci (di atas pinggan yang berisi boras si pir ni tondi, diletakkan kunci rumah). Boras si pir ni tondi adalah sarana yang menggambarkan  kemurahan Tuhan, sedangkan kunci menggambarkan sarana (sabda Tuhan) yang harus ditaati supaya dapat melewati pintu. Kata Yesus : "Akulah pintu. Siapa masuk melalui Aku akan selamat; ia keluar masuk dan mendapat makanan (kemurahan Tuhan)" (Yoh. 10:9).
1.4. Oleh Imam boras si pir ni tondi di"horas"kan ke arah pintu, kemudian tulang "manghorasi" bere & keluarga yang berkompoten dengan menaruh segenggam boras si pir ni tondi di atas ubun-ubun mereka.
1.5. Selanjutnya imam mereciki pintu rumah dan memberikan kunci rumah (yang sudah diberkati imam) kepada Nyonya Rumah untuk membuka pintu (menggambarkan bahwa isteri selalu terjaga untuk membuka pintu bila suami atau anak-anak kembali ke rumah).
Catatan : bila Nyonya Rumah sudah tidak ada maka kunci diberikan kepada tulang (saudara ibu dari pemilik rumah) yang mengambil posisi berdiri di samping pintu (meng"kiri"kan pintu), untuk membuka pintu, oleh tulang lalu mempersilahkan masuk kepada berenya (pemilik rumah dan keluarga yang berkompoten.

2.       Urutan masuk rumah (bila mungkin sebaiknya) diatur sbb. :
X Tuan rumah (suami, isteri, anak-anak, orangtua, saudara), lalu berdiri berjajar dalam rumah meng"kiri"kan pintu, kemudian menyalami semua orang yang masuk ke dalam rumah.
X Keluarga sangat dekat (dongan tubu, boru, bere, dsb)
X Raja na ro, Dongan sahuta, Dongan sahuria, rombongan lainnya,
X dan terakhir Hula-hula, Tulang, dan Imam.
Dongan sahaporseaon (se lingkungan) masing-masing mengambil posisi sesuai tatanan ke"batak"an. Tulang/hula-hula sebelah kanan dari Hasuhuton, Boru/bere dan kelompoknya di sebelah kiri, Dongan Sahuta/sahaporseaon berhadapan dengan hasuhuton. Imam di antara hula-hula dengan Dongan Sahuta.
3.       Acara ibadah/misa dilanjutkan.
3.1. Sesudah homili dilakukan perecikan semua ruangan.
      Mengingat bahwa yang hadir tidak semuanya Katolik diperlukan penjelasan ringkas tentang perecikan ruangan guna menghilangkan kesan animisme.
3.2. Doa Umat yang dibawakan semua unsur yang hadir (1) Tuan rumah (2) huria (3) hula-hula atau tulang, (4) boru/bere/boru namatua, dan (5) dongan sahuta. Bila acara dilanjutkan dengan Misa maka langsung dilanjutkan dengan Offertorium / Liturgie Ekaristi).
      Catatan :Biasanya ulaon mamasuki sibagandingtua (masuk rumah baru) dihadiri juga oleh saudara/family/dsb yang bukan Katolik. Artinya harus diumumkan bahwa yang menyambut adalah Katolik berusia pantas yang sudah dipermandikan.
4.       Biasanya, acara langsung bersambung tanpa sela (ketika nyanyian penutup maka pagori sipanganon langsung dibawa oleh pamoruon ke tengah ruangan di depan Tuan Rumah. Acara adat  dimulai dengan pangupaon pagori ni sipanganon kepada Tuan Rumah oleh orangtua kandung atau bapatua/bapauda (partuturonnya setingkat di atas tuan rumah).
Catatan :  Semua pagori diserahkan, nanti pada waktu makan maka bagian-bagian jambar tertentu dibagikan kepada yang berhak menerimanya.
5.       Dilanjutkan dengan pemberian dengke dan ulos, oleh :
X  Hula-hula (orangtua/saudara dari isteri) biasanya langsung dengan ulos.
X  Tulang
X  Oleh yang berkompoten (yang layak mangulosi).
Catatan :Yang sebaiknya diucapkan ketika menyerahkan dengke
. "Dengke tio, asa tio panailian, dengke simudur-udur asa marudur angka las ni roha, dengke saur asa saur ma angka  parsaulian dohot pangomoan,dengke sahat asa sahat solu sahat tu bonten ni Tigaras, hipas jala leleng mangolu dapot panggabean jala horas-horas.
6.       Selanjutnya acara makan bersama. Pada kesempatan itulah dibagikan jambar sesuai dengan tata-cara yang lazim.
7.       Selesai makan, setiap tatanan kefamilian berbicara sesuai kapasitasnya.
8.       Huta paampuhon, suhut mangampu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar